Monopoli usaha seperti yang dinikmati PT. PLN (Persero) saat ini memiliki kecenderungan untuk memiliki hak eksklusif dalam menjual produksi energi listrik (kWH)nya. Meski regulasi penetapan tarif listrik dipegang oleh Pemerintah, namun besaran pendapatan total yang diinginkan dari hasil penjualan energi listrik tetap ditentukan oleh PLN, mengingat bahwa Tarif Listrik ditetapkan berdasarkan besarnya biaya operasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi listrik ditambah dengan biaya lain seperti depresiasi, pajak, bunga dan lainnya.
Besarnya biaya operasi ditentukan oleh jenis pembangkit dan bahan bakar yang dipergunakan. Pembangkit listrik dengan BBM memiliki biaya operasi relatif tinggi bila dibanding dengan jenis lainnya, sehingga hanya akan dioperasikan pada saat tertentu, misalnya hanya pada saat beban puncak. Untuk memperoleh biaya operasi yang optimal dilakukan penjadualan operasi pembangkit dan menekan susut daya. Untuk memperoleh pendapatan yang dapat menutup biaya operasi dan kebutuhan perusahaan lainnya dibutuhkan struktur Tarif yang dapat memenuhi hal tersebut.
Struktur Tarif Listrik yang dipergunakan dibeberapa negara berbeda-beda dan terdiri dari beberapa jenis, antara lain Tarif Tetap, Tarif ‘Season’ dan Tarif ‘Block Meter’. Pada jenis Tarif Tetap, besarnya harga/kWH ditentukan tanpa melihat besarnya penggunaan dan waktu pemakaian energi. Jenis kedua, Tarif “Season’, besarnya harga/kWH ditetapkan variatif tergantung waktu pemakaian. Pada struktur Tarif ‘Block Meter’, harga/kWH terbagi dalam beberapa blok, semakin tinggi penggunaan kWH semakin rendah Tarif yang dikenakan.
Pemilihan Struktur Tarif yang dipergunakan pada dasarnya memiliki tujuan dan maksud tertentu disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan. Untuk mendorong tercapainya konservasi energi dan pengurangan beban sistem pada saat beban puncak dibutuhkan sebuah struktur tarif yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan penghematan penggunaan kWH dan mengatur waktu penggunaan kWH secara bijak.
Struktur Tarif PLN atau lebih dikenal dengan TDL membagi penggunaan energi listrik (kWH) konsumen menjadi tiga blok. Semakin besar pemakaian kWH, semakin tinggi harga/kWH yang harus dibayar oleh konsumen. Struktur TDL seperti ini mendekati struktur Tarif ’Block Meter’, perbedaan hanya terletak pada cara penetapan harga/kWH. Dengan struktur seperti ini diharapkan konsumen dapat menghemat penggunaan kWH yang dipergunakannya, namun sempitnya kisarah kWH antara setiap blok dan relatif rendahnya selisih harga/kWH pada setaiap blok menyebabkan tujuan penghematan tidak dapat tercapai. Dengan struktur seperti TDL ini, meski ada sejumlah konsumen yang berusaha untuk mengurangi pemakaian kWH, namun lebih banyak konsumen yang cenderung menggunakan kWH sesuai kebutuhan dan kemampuannya tanpa berusaha untuk mengatur pemakaian kWH maupun melakukan penghematan.
Tarif Progresif yang akan diberlakukan PLN kedepan tidak terlalu berbeda dengan TDL yang berlaku saat ini, perbedaan mungkin hanya terdapat pada blok baru yang digunakan untuk menghitung insentif dan disinsentif. Bila tujuan utamanya adalah mengurangi pemakaian BBM, artinya mengurangi beroperasinya pembangkit listrik BBM seperti yang dimaksudkan oleh PLN, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar konstribusi pembangkit listrik BBM dalam penyediaan kWH yang dibutuhkan untuk melayani konsumen dan kapankah pembangkit listrik BBM tersebut dioperasikan?
Dengan struktur tarif seperti Tarif Progresif, kecenderungan konsumen menggunakan kWH sesuai kebutuhan dan kemampuannya tetap tinggi. Terbatasnya jumlah pemakaian kWH dan rendahnya Tarif insentif yang diberikan tidak sebanding dengan upaya yang dibutuhkan oleh konsumen untuk menurunkan penggunaan kWH. Lalu pertanyaan berikutnya adakah gunanya diberlakukan Tarif Progresif?.
Bagi konsumen, batasan penggunaan eneergi listrik sebesar 75 kWH/bulan berarti maksimum penggunaan perhari hanya 2,5 kWH atau setara dengan lampu 100 Watt yang dinyalakan selama 24 jam. Lalu bagaimana dengan peralatan lain, seperti TV, Kipas Angin dan seterika listrik. Dengan kata lain, sangat sulit bagi konsumen untuk mendapatkan insentif, sebaliknya bagi PLN, andai saja konsumen dapat mempertahankan pemakaian kWHnya sebesar rata-rata penggunaan kWH nasional saja, maka PLN telah mendapatkan tambahan penghasilan paling tidak 20% dari biasanya.
1 komentar:
Setuju Bozzzzzzzz!!!(Ryan 03023140023)
Posting Komentar